Griya Intan Permai Jalan Merpati Blok FF RT 1 RW 3 Kecamatan Mojoroto Kota Kediri Prov. Jawa Timur
Rabu, 29 September 2010
GARUDA, LAMBANG NEGARA RI
Sabtu, 25 September 2010
PERJUANGAN BANGSA INDONESIA MEREBUT IRIAN BARAT/PAPUA
1. Latar belakang pengembalian Irian Barat
Apakah Irian Barat termasuk wilayah Indonesia ?
Jawabannya adalah ya!
Karena apabila ditinjau dari segi politis, bahwa berdasarkan perjanjian international 1896 yang diperjuangkan oleh Prof. Van Vollen Houven (pakar hukum adat Indonesia) di sepakati bahwa ”Indonesia” adalah bekas Hindia Belanda. Sedangkan Irian Barat walaupun dikatakan oleh Belanda secara kesukuan berbeda dengan bangsa Indonesia, tetapi secara sah merupakan wilayah Hindia Belanda.
Apabila ditinjau dari segi antropologi, bahwa bangsa Indonesia yang asli adalah Homo Wajakensis dan Homo Soloensis yang mempunyai ciri-ciri: kulit hitam, rambut keriting (ras austromelanesoid) yang merupakan ciri ciri suku bangsa Aborigin (Australia) dan ras negroid (Papua).
Apabila ditinjau dari segi sejarah , bahwa Konferensi Meja Bundar yang dilakukan untuk mengatur penyerahan kedaulatan Indonesia diwarnai dengan usaha licik Belanda yang ingin terus mempertahankan Irian Barat (New Guinea) dengan alasan kesukuan. Akhirnya KMB memutuskan penyelesaian Irian Barat akan ditentukan dalam masa satu tahun setelah penyerahan kedaulatan melalui perundingan antara RIS dengan Kerajaan Belanda.
Benarkah alasan Belanda mempertahankan Irian Barat karena masalah kesukuan ?Ternyata bukan ! Alasan sebenarnya adalah bahwa pada saat itu Belanda sedang mengadakan eksplorasi / penelitian sumber daya alam di Irian dan berhasil menemukan fakta bahwa di Irian Barat terdapat tambang emas dan uranium terbesar di dunia (sekarang dinamakan Freeport yang merupakan perusahaan asing milik Belanda ) yang tidak akan habis di gali selama 100 tahun. |
Belanda tetap mempertahankan Irian Barat sebagai jajahannya, dan memasukan wilayah Irian Barat ke dalam Konstitusi nya pada tanggal 19 Pebruari 1952. Dengan demikian Belanda sendiri telah melanggar isi Round Table Conference yang telah disepakati dengan RIS.
2. Perjuangan diplomasi;pendekatan diplomasia. Perundingan Bilateral Indonesia Belanda
Pada tanggal 24 Maret 1950 diselenggarakan Konferensi Tingkat Menteri Uni Belanda - Indonesia. Konferensi memutuskan untuk membentuk suatu komisi yang anggotanya wakil-wakil Indonesia dan Belanda untuk menyelidiki masalah Irian Barat. Hasil kerja Komisi ini harus dilaporkan dalam Konferensi Tingkat Menteri II di Den Haag pada bulan Desember 1950. Ternyata pembicaraan dalam tingkat ini tidak menghasilkan penyelesaian masalah Irian Barat.
Pertemuan Bilateral Indonesia Belanda berturut-turut diadakan pada tahun 1952 dan 1954, namun hasilnya tetap sama, yaitu Belanda enggan mengembalikan Irian Barat kepada Indonesia sesuai hasil KMB.
b. Melalui Forum PBB
Setelah perundingan bilateral yang dilaksanakan pada tahun 1950, 1952 dan 1954 mengalami kegagalan, Indonesia berupaya mengajukan masalah Irian Barat dalam forum PBB. Sidang Umum PBB yang pertama kali membahas masalah Irian Barat dilaksanakan tanggal 10 Desember 1954. Sidang ini gagal untuk mendapatkan 2/3 suara dukungan yang diperlukan untuk mendesak Belanda.
Indonesia secara bertrurut turut mengajukan lagi sengketa Irian Barat dalam Majelis Umum X tahun 1955, Majelis Umum XI tahun 1956, dan Majelis Umum XII tahun 1957. Tetapi hasil pemungutan suara yang diperoleh tidak dapat memperoleh 2/3 suara yang diperlukan.
c. Dukungan Negara Negara Asia Afrika (KAA)
Gagal melalui cara bilateral, Indonesia juga menempuh jalur diplomasi secara regional dengan mencari dukungan dari negara-negara Asia Afrika. Konferensi Asia Afrika yang diadakan di Indonesia tahun 1955 dan dihadiri oleh 29 negara-negara di kawasan Asia Afrika, secara bulat mendukung upaya bangsa Indonesia untuk memperoleh kembali Irian sebagai wilayah yang sah dari RI.
Namun suara bangsa-bangsa Asia Afrika di dalam forum PBB tetap tidak dapat menarik dukungan internasional dalam sidang Majelis Umum PBB.
3. Perjuangan dengan konfrontasi politik dan ekonomi
Kegagalan pemerintah Indonesia untuk mengembalikan Irian Barat baik secara bilateral, Forum PBB dan dukungan Asia Afrika, membuat pemerintah RI menempuh jalan lain pengembalian Irian Barat, yaitu jalur konfrontasi. Berikut ini adalah upaya Indonesia mengembalikan Irian melalui jalur konfrontasi, yang dilakukan secara bertahap.
a. Pembatalan Uni Indonesia Belanda
Setelah menempuh jalur diplomasi sejak tahun 1950, 1952 dan 1954, serta melalui forum PBB tahun 1954 gagal untuk mengembalikan Irian Barat kedalam pangkuan RI, pemerintah RI mulai bertindak tegas dengan tidak lagi mengakui Uni Belanda Indonesia yang dibentuk berdasarkan KMB. Ini berarti bahwa pembatalan Uni Belanda Indonesia secara sepihak oleh pemerintah RI berarti juga merupakan bentuk pembatalan terhadap isi KMB. Tindakan pemerintah RI ini juga didukung oleh kalangan masyarakat luas, partai-partai dan berbagai organisasi politik, yang menganggap bahwa kemerdekaan RI belum lengkap / sempurna selama Indonesia masih menjadi anggota UNI yang dikepalai oleh Ratu Belanda.
Pada tanggal 3 Mei 1956 Indonesia membatalkan hubungan Indonesia Belanda, berdasarkan perjanjian KMB. Pembatalan ini dilakukan dengan Undang Undang No. 13 tahun 1956 yang menyatakan, bahwa untuk selanjutnya hubungan Indonesia Belanda adalah hubungan yang lazim antara negara yang berdaulat penuh, berdasarkan hukum internasional. Sementara itu hubungan antara kedua negara semakin memburuk, karena :
1. terlibatnya orang-orang Belanda dalam berbagai pergolakan di Indonesia (APRA, Andi Azis, RMS)
2. Belanda tetap tidak mau menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia.
b. Pembentukan Pemerintahan Sementara Propinsi Irian Barat di Soasiu (Maluku Utara)
Sesuai dengan Program Kerja Kabinet, Ali Sastroamidjojo membentuk Propinsi Irian Barat dengan ibu kota Soasiu (Tidore). Pembentukan propinsi itu diresmikan tanggal 17 Agustus 1956. Propinsi ini meliputi wilayah Irian Barat yang masih diduduki Belanda dan daerah Tidore, Oba, Weda, Patrani, serta Wasile di Maluku Utara.
c. Pemogokan Total Buruh Indonesia
Sepuluh tahun menempuh jalan damai, tidak menghasilkan apapun. Karena itu, pada tanggal 18 Nopember 1957 dilancarkan aksi-aksi pembebasan Irian Barat di seluruh tanah air. Dalam rapat umum yang diadakan hari itu, segera diikuti pemogokan total oleh buruh-buruh yang bekerja pada perusahaan-perusahaan milik Belanda pada tanggal 2 Desember 1957. Pada hari itu juga pemerintah RI mengeluarkan larangan bagi beredarnya semua terbitan dan film yang menggunakan bahasa Belanda. Kemudian KLM dilarang mendarat dan terbang di seluruh wilayah Indonesia.
d. Nasionalisasi Perusahaan Milik Belanda
Pada tanggal 3 Desember 1957 semua kegiatan perwakilan konsuler Belanda di Indonesia diminta untuk dihentikan. Kemudian terjadi serentetan aksi pengambil alihan modal perusahaan-perusahaan milik Belanda di Indonesia, yang semula dilakukan secara spontan oleh rakyat dan buruh yang bekerja pada perusahaan-perusahaan Belanda ini. Namun kemudian ditampung dan dilakukan secara teratur oleh pemerintah. Pengambilalihan modal perusahaan perusahaan milik Belanda tersebut oleh pemerintah kemudian diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 1958.
e. Pemutusan Hubungan Diplomatik
Hubungan diplomatik Indonesia – Belanda bertambah tegang dan mencapai puncaknya ketika pemerintah Indonesia memutuskan hubungan diplomatik dengan Belanda. Dalam pidato Presiden yang berjudul ”Jalan Revolusi Kita Bagaikan Malaikat Turun Dari Langit (Jarek)” pada peringatan HUT Proklamasi Kemerdekaan RI ke 15, tanggal 17 Agustus 1960, presiden memaklumkan pemutusan hubungan diplomatik dengan Belanda.
Tindakan ini merupakan reaksi atas sikap Belanda yang dianggap tidak menghendaki penyelesaian secara damai pengembalian Irian Barat kepada Indonesia. Bahkan, menjelang bulan Agustus 1960, Belanda mengirimkan kapal induk ” Karel Doorman ke Irian melalui Jepang. Disamping meningkatkan armada lautnya, Belanda juga memperkuat armada udaranya dan angkutan darat nya di Irian Barat.
Karena itulah pemerintah RI mulai menyusun kekuatan bersenjatanya untuk mempersiapkan segala sesuatu kemungkinan. Konfrontasi militer pun dimulai.
4. Tri Komando Rakyat
a. Tri Komando Rakyat
Dalam pidatonya ”Membangun Dunia Kembali” di forum PBB tanggal 30 September 1960, Presiden Soekarno berujar, ”......Kami telah mengadakan perundingan-perundingan bilateral......harapan lenyap, kesadaran hilang, bahkan toleransi pu n mencapai batasnya. Semuanya itu telah habis dan Belanda tidak memberikan alternatif lainnya, kecuali memperkeras sikap kami.”
Tindakan konfrontasi politik dan ekonomi yang dilancarkan Indonesia ternyata belum mampu memaksa Belanda untuk menyerahkan Irian Barat. Pada bulan April 1961 Belanda membentuk Dewan Papua, bahkan dalam Sidang umum PBB September 1961, Belanda mengumumkan berdirinya Negara Papua. Untuk mempertegas keberadaan Negara Papua, Belanda mendatangkan kapal induk ”Karel Doorman” ke Irian Barat.
Terdesak oleh persiapan perang Indonesia itu, Belanda dalam sidang Majelis Umum PBB XVI tahun 1961 mengajukan usulan dekolonisasi di Irian Barat, yang dikenal dengan ”Rencana Luns”.
menanggapi rencana licik Belanda tersebut, pada tanggal 19 Desember 1961 bertempat di Yogyakarta, Presiden Soekarno mengumumkan TRIKORA dalam rapat raksasa di alun alun utara Yogyakarta, yang isinya :
1. Gagalkan berdirinya negara Boneka Papua bentukan Belanda
2. Kibarkan sang Merah Putih di irtian Jaya tanah air Indonesia
3. Bersiap melaksanakan mobilisasi umum
b. Pembentukan Komando Mandala Pembebasan Irian Barat
Sebagai langkah pertama pelaksanaan Trikora adalah pembentukan suatu komando operasi, yang diberi nama ”Komando Mandala Pembebasan Irian Barat”. Sebagai panglima komando adalah Brigjend. Soeharto yang kermudian pangkatnya dinaikkan menjadi Mayor Jenderal.
Panglima Komando : Mayjend. Soeharto
Wakil Panglima I : Kolonel Laut Subono
Wakil Panglima II : Kolonel Udara Leo Wattimena
Kepala Staf Gabungan : Kolonel Ahmad Tahir
Komando Mandala yang bermarkas di Makasar ini mempunyai dua tujuan :
1. merencanakan, menyiapkan dan melaksanakan operasi militer untuk mengembalikan Irian barat ke dalam kekuasaan Republik Indonesia
2. mengembangkan situasi militer di wilayah Irian barat sesuai dengan perkembangan perjuangan di bidang diplomasi supaya dalam waktu singkat diciptakan daerah daerah bebas de facto atau unsur pemerintah RI di wilayah Irian Barat
Dalam upaya melaksanakan tujuan tersebut, Komando Mandala membuat strategi dengan membagi operasi pembebasan Irian Barat menjadi tiga fase, yaitu :
1. Fase infiltrasi
Dimulai pada awal Januari tahun 1962 sampai dengan akhir tahun 1962, dengan memasukkan 10 kompi ke sekitar sasaaran tertentu untuk menciptakan daerah bebas de facto.
2. Fase Eksploitasi
Dimulai pada awal Januari 1964 sampai dengan akhir tahun 1963, dengan mengadakan serangan terbuka terhadap induk militer lawan, menduduki semua pos pertahanan musuh yang penting.
3. Fase Konsolidasi
Dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 1964, dengan menegakkan kekuasaan RI secara mutlak di seluruh Irian Barat.
Sebelum Komando mandala bekerja aktif, unsur militer yang tergabung dalam Motor Boat Torpedo (MTB) telah melakukan penyusupan ke Irian Barat. Namun kedatangan pasukan ini diketahui oleh Belanda, sehingga pecah pertempuran di Laut Arafura. Dalam pertempuran yang sangat dahsyat ini, MTB Macan Tutul berhasil ditenggelamkan oleh Belanda dan mengakibatkan gugurnya komandan MTB Macan Tutul Yoshafat Sudarso (Pahlawan Trikora)
Untuk itu, dengan meminjam tangan Sekjend PBB U Than, Kennedy mengirimkan diplomatnya yang bernama Elsworth Bunker untuk mengadakan pendekatan kepada Indonesia – Belanda.
Sesuai dengan tugas dari Sekjend PBB ( U Than ), Elsworth Bunker pun mengadakan penelitian masalah ini, dan mengajukan usulan yang dikenal dengan ”Proposal Bunker”. Adapun isi Proposal Bunker tersebut adalah sebagai berikut :
”Belanda harus menyerahkan kedaulatan atas Irian barat kepada Indonesia melalui PBB dalam jangka waktu paling lambat dua tahun”
Usulan ini menimbulkan reaksi :
1. Dari Indonesia : meminta supaya waktu penyerahan diperpendek
2. Dari Belanda : setuju melalui PBB, tetapi tetap diserahkan kepada Negara Papua Merdeka
c. Operasi Jaya Wijaya
Pelaksanaan Operasi
1. Maret - Agustus 1962 dilancarkan operasi pendaratan melalui laut dan udara
2. Rencana serangan terbuka untuk merebut Irian Barat sebagai suatu operasi penentuan, yang diberi nama Operasi Jaya wijaya”. Pelaksanaan operasi adalah sebagai berikut :
a. Angkatan Laut Mandala dipimpin oleh Kolonel Soedomo membentuk tugas amphibi 17, terdiri dari 7 gugus tugas
b. Angkatan Udara Mandala membentuk enam kesatuan tempur baru.
Sementara itu sebelum operasi Jayawijaya dilaksanakan, diadakan perundingan di Markas Besar PBB pada tanggal 15 Agustus 1962, yang menghasilkan suatu resolusi penghentian tembak menembak pada tanggal 18 Agustus 1962.
5. Persetujuan New York [ New York Agreement ]
Setelah operasi-operasi infiltrasi mulai mengepung beberapa kota penting di Irian Barat, sadarlah Belanda dan sekutu-sekutunya, bahwa Indonesia tidak main-main untuk merebut kembali Irian Barat. Atas desakan Amerika Serikat, Belanda bersedia menyerahkan irian Barat kepada Indonesia melalui Persetujuan New York / New York Agreement.
Isi Pokok persetujuan :
1. Paling lambat 1 Oktober 1962 pemerintahan sementara PBB (UNTEA) akan menerima serah terima pemerintahan dari tangan Belanda dan sejak saat itu bendera merah putih diperbolehkan berkibar di Irian Barat..
2. Pada tanggal 31 Desember 11962 bendera merah putih berkibar disamping bendera PBB.
3. Pemulangan anggota anggota sipil dan militer Belanda sudah harus selesai tanggal 1 Mei 1963
4. Selambat lambatnya tanggal 1 Mei 1963 pemerintah RI secara resmi menerima penyerahan pemerintahan Irian Barat dari tangan PBB
5. Indonesia harus menerima kewajiban untuk mengadakan Penentuan Pendapat rakyat di Irian Barat, paling lambat sebelum akhir tahun 1969.
Sesuai dengan perjanjian New York, pada tanggal 1 Mei 1963 berlangsung upacara serah terima Irian Barat dari UNTEA kepada pemerintah RI. Upacara berlangsung di Hollandia (Jayapura). Dalam peristiwa itu bendera PBB diturunkan dan berkibarlah merah putih yang menandai resminya Irian Barat menjadi propinsi ke 26. Nama Irian Barat diubah menjadi Irian Jaya ( sekarang Papua )
6. Arti penting Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera)
Sebagai salah satu kewajiban pemerintah Republik Indonesia menurut persetujuan New York, adalah pemerintah RI harus mengadakan penentuan pendapat rakyat di Irian Barat paling lambat akhir tahun 1969. pepera ini untuk menentukan apakah rakyat Irian Barat memilih, ikut RI atau merdeka sendiri. Penentuan pendapat Rakyat akhirnya dilaksanakan pada tanggal 24 Maret sampai dengan 4 Agustus 1969.Mereka diberi dua opsi, yaitu : bergabung dengan RI atau merdeka sendiri.
Setelah Pepera dilaksanakan, Dewan Musyawarah Pepera mengumumkan bahwa rakyat Irian dengan suara bulat memutuskan Irian Jaya tetap merupakan bagian dari Republik Indoenesia. Hasil ini dibawa Duta Besar Ortiz Sanz untuk dilaporkan dalam sidang umum PBB ke 24 bulan Nopember 1969. Sejak saat itu secara de yure Irian Jaya sah menjadi milik RI.
Dengan menganalisa fakta-fakta pembebasan Irian Barat sampai kemudian dilaksanakan Pepera, dapat diambil kesimpulan bahwa Pepera mempunyai arti yang sangat penting bagi pemerintah Indonesia, yaitu :
1. bukti bahwa pemerintah Indonesia dengan merebut Irian Barat melalui konfrontasi bukan merupakan sebuah tindakan aneksasi / penjajahan kepada bangsa lain, karena secara sah dipandang dari segi de facto dan de jure Irian Barat merupakan bagian dari wilayah RI
2. upaya keras pemerintah Ri merebut kembali Irian Barat bukan merupakan tindakan sepihak, tetapi juga mendapat dukungan dari masyarakat Irian Barat. Terbukti hasil Pepera menyatakan rakyat Irian ingin bergabung dengan Republik Indonesia.
Jumat, 24 September 2010
PERMASALAHAN DALAM DOKUMEN SEJARAH INDONESIA
Berangkat dari latar belakang disiplin ilmu yang saya pelajari selama kuliah di IKIP Negeri Malang Angkatan Tahun 1988/1999, dan profesi saya sebagai guru sejarah, saya sangat tertarik untuk membahas permasalahan tersebut. Mudah-mudahan tulisan ini dapat digunakan untuk sharing dalam membahas berbagai permasalahan sejarah bangsa Indonesia yang masih diliputi misteri dan kontroversi.
Sejarah selalu dibahas berdasarkan bukti bukti atau fakta yang jelas berdasarkan dokumen sejarah yang ada, baik itu berupa tulisan, prasasti, fosil maupun artefak. Sejarah tidak pernah dibahas berdasarkan dongeng atau takhayul atau katanya ......
Menyimak permasalahan diatas berikut ini saya bahas bagaimana status dokumen sejarah di Indonesia.
Dalam sejarah bangsa Indonesia kita mengenal adanya dokumen asli dan dokumen yang autentik. Keduanya mempunyai makna yang tidak sama. Berbagai bukti misalnya :
1. Naskah Pancasila :
Pancasila yang menjadi dasar negara bangsa kita juga terdiri dari 2 dokumen yang berbeda, yaitu Naskah Pancasila yang ada di Jakarta Charter (Piagam Jakarta) dan naskah Pancasila yang ada di Pembukaan UUD 1945. Perbedaan terletak pada sila pertama. Pada Piagam jakarta sila pertama berbunyi "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syareat Islam bagi pemeluk-pemeluknya", sedangkan pada Pembukaan UUD 1945 alenia ke 4 berbunyi "Ketuhanan Yang Maha Esa". Mana yang benar ?
Semuanya benar......!!! Naskah Pancasila yang ada pada Piagam Jakarta yang disusun oleh Panitia Kecil atau Panitia 9, menurut saya adalah naskah Pancasila yang asli tetapi tidak autentik. Yang autentik (sah) adalah naskah Pancasila yang ada dalam Pembukaan UUD 1945 alenia 4 sesuai dengan ketentuan pemerintah dan berlaku sampai dengan sekarang.
2. Naskah Proklamasi
Naskah proklamasi juga ada 2 macam, yaitu naskah proklamasi yang ditulis oleh Soekarno dan naskah proklamasi yang diketik Sayuti Melik. Antara kedua naskah ini terdapat perbedaan, yaitu :
NO | PERBEDAAN | |
TULISAN TANGAN SOEKARNO | KETIKAN SAYUTI MELIK | |
1 | Kata “tempoh” | “tempo” |
2 | Djakarta, 17 Agustus 1945 | Djakarta, hari 17 boelan 08 tahoen ‘05 |
3 | Wakil bangsa Indonesia | Atas nama bangsa Indonesia |
Manakah dari kedua naskah itu yang benar ? Keduanya benar, karena keduanya adalah dokumen sejarah, tetapi yang autentik atau sah adalah naskah yang dieketik Sayuti Melik bukan yang ditulis Ir Soekarno, karena pada naskah ketikan Sayuti Melik terdapat tanda tangan Soekarno/Hatta, sedangkan naskah tulisan Soekarno tidak ada tangan tangan. Tetapi naskah tulisan tangan Soekarno itulah naskah yang asli.
3. Bendera Merah Putih
Selama ini kita mengenal bahwa yang dinamakan "Bendera Pusaka" adalah bendera merah putih yang dijahit oleh Fatmawati dan dikibarkan pada tanggal 17 Agustus 1945 di Pegangsaan Timur 56 Jakarta pada saat proklamasi. Tetapi tahukah anda di Museum Bung Karno Blitar ada bendera merah putih yang dijahit Fatmawati dan dikibarkan di Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945. Bendera tersebut berukuran lebih kecil yang kainnya diperoleh dari kain selendang fatmawati (merah) dan potongan kain mukena Ny Van Deudeum. Mana yang autentik ?
Menurut saya yang autentik adalah yang dikibarkan di Jl Pegangsaan Timur 56, tetapi yang dikibarkan di Rengasdengklok juga asli.
4. Proklamasi
Yang kita tahu bahwa bangsa Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 dengan ditandai dengan Proklamasi di Jl Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Namun pada tanggal 16 Agustus 1945 sebenarnya Soekarno sudah memproklamasikan kemerdekaan di Rengasdengklok. Peristiwa tersebut diabadikan oleh salah seorang anggota PETA dengan melalui lukisan/gambar yang dibuat dengan pensil. Gambar tersebut dapat kita saksikan di Museum Bung Karno di Blitar. Tetapi proklamasi yang kita anggap sah adalah peristiwa di Pegangsaan Timur 56 Jakarta.
Gambaran diatas merupakan beberapa contoh bahwa dalam peristiwa sejarah suatu bangsa banyak sekali hal-hal yang kontroversi. Kita mengenal adanya "subyektifitas sejarah", yaitu bahwa dalam penulisan sejarah sangat dipengaruhi oleh pandangan dan latar belakang penulis ataupun pemerintah. Juga banyak sekali kita menjumpai fakta-fakta sejarah yang saling bertentangan, sehingga menimbulkan pro dan kontra bagi kalangan tertentu. Artinya kita tidak perlu bingung dan heran dengan adanya penemuan naskah / teks lagu Indonesia Raya yang berbeda dengan yang kita ketahui sekarang, kareena tidak mungkin W.R. Supratman hanya membuat satu macam kata-kata dalam lagunya. Yang jelas yang diakui otentik atau sah menurut ketentuan pemerintah adalah lagu Indonesia Raya yang kita nyanyikan untuk mengiringi pengibaran Merah Putih sekarang ini.
Kesimpulan yang kita peroleh dengan gambaran tersebut, marilah kita menjadi bangsa yang tidak mudah dibungungkan oleh pendapat seseorang atau kelompok tertentu tentang suatu peristiwa sejarah. Kita tidak perlu bertengkar dengan kawan sendiri gara-gara berbeda pandangan.